Rabu, 30 Desember 2015

H I L A N G (sudah)


Ini seperti cerita dalam novel-novel ternama yang sering aku baca.
...
Tatapan mataku pagi ini kosong,
Memasuki sebuah ruangan kosong hitam dan penuh dengan tanda tanya menggelantung disana sini. Rasanya aku ingin bertemu dengan sesuatu yang bertanggungjawab atas kisah hidupku. Aku ingin mengadukan banyak hal.
...
6 tahun terakhir kulewati sesuatu yang tak pernah terbayangkan.. mengenal apa itu menata masa depan, mengenal baik dan buruknya pergaulan, mengenal apa itu pekerjaan, mengenal bagaimana cinta (yaitu perasaan yang mulia, kata kebanyakan buku) mengubah cara berfikirku.
Aku fikir ribuan rencana dan usahaku akan berlabuh pada dermaga kebahagiaan yang hakiki yang secara rumus matematika akan menghasilkan nilai luar biasa memuaskan.
Tapi ternyata tidak semudah menghitung angka atau menterjemahkan puisi.
Hidup ini bergerak ke arah manapun, dari cinta yang indah kemudian penghianatan dan ketidakmampuan mempertahankan akhirnya salah satu menyerah tanpa perlawanan. Kemudian BRAKKK..... tidak ada lagi cinta. Kata bulshit yang sekarang aku tak percayai lagi.
...
Saat itu aku memberanikan diri kesana kemari sendirian, berusaha menjadi calon wanita tangguh. Termasuk pergi ke luar kota jauh dari kota kelahiranku dengan tujuan mencarinya, mencari cintaku yang pernah memohon padaku tetap setialah disana.
Karena aku takut sekali kehilangannya, karena kami memiliki kisah indah dan rangkaian rencana indah lainnya di masa yang akan datang.
Namun... waktu menghilangkan dia, bak pasir gurun yang terbang terbawa angin. Kini tinggal pasikr yang tersangkut pada sela-sela batu kerikil.
Entah siapa yang bertanggungjawab atas hal ini, akhirnya aku menyerah... tanpa ada usaha darinya mendatangiku melihat mataku yang setiap hari sembab karena menangisinya.
Ku peluk rindu ini melalui mukenah dan al qur’an yang ia beri dulu, aku mengadu padaNYA ... “jika ia milikku tolong jangan siksa aku dengan kesulitan berkomunikasi atau mencarinya Tuhan!.”
...
W A K T U
Semakin menghapus semuanya, asa ku mulai menemui tembok buntu.. usahaku terhenti, kakiku lelah.
Disitulah cara berfikirku mulai berubah, aku merasa gagal. Apakah yang salah denganku, apakah mulutku, wajahku, perangaiku sangat mengganggunya. Apakah aku terlalu bodoh atau rendah atau aku terlalu lemah.
Kubuat diriku sibuk dengan berbagai kegiatan, aku mencoba menunggu berharap tiba-tiba ia ada di sini.
Hingga di tahun ke 5, ...Tak rindukah kau padaku wahai pecinta diam. Tahukah kau aku mulai lelah, aku hanya ingin mendengar suaramu.
Rasanya air mataku sudah habis terkuras.
rasanya chat via berbagai macam media sosial, via email dan via bermacam-macam gadget tak membuatnya paham aku merindukan balasannya.
..
Hhsshh..
Mungkin aku sudah jauh tertinggal dari karir dan pendidikannya, hingga dia tidak merasa pantas dengan seorang Eka.
Dan Tik Tok seseorang lain mengajakku menikah, dia orang yang baru ku kenal beberapa bulan lalu yang pernah bertukar cerita tentang masing-masing kisah asmaranya.
Ku tantang ia untuk berbicara langsung dengan kedua orangtuaku yang notabennya orangtuaku hanya mengenal 1 orang yaitu “Kaldera” laki-laki yang sudah entah dimana hatinya singgah.
Sudah dapat ditebak jika kedua orangtuaku menolaknya dan memberikan ribuan pertanyaan padaku tentang laki-laki tersebut. Pertanyaan bernada sinis membandingkan dengan sosok dia yang bagi mereka ia adalah laki-laki idaman; pendiam, baik, berkarir baik, berpendidikan tinggi.. perfect.

Dia memang perfect untuk wanita sepertiku, tapi hatinya sudah tidak ada .. apa lagi yang harus aku lakukan ibu, usahaku sudah sampai di depan mukanya namun NOTHING. Tidak ada jawaban apa-apa, tidak ada arti apapun. aku harus bagaimana.
Kemudian kucoba meyakinkan mereka, dengan merelakan diriku akan tetap bekerja dan kuliah untuk mereka, aku rela tidak akan pergi dari rumah ini. Dan aku yakinkan bahwa laik-laki ini mampu membimbingku , dia baik, dia akan mendukungku menggapai cita-citaku, dia matang, meskipun dilihat dari mata ia jauh berbeda dengan sang pujaan mereka.
Tapi apa lagi yang harus aku lakukan, jika hatinya sudah bukan di sini anakmu ini tidak dapat berbuat apa-apa... tentu kamu menangisinya bu, tentu karena bertahun-tahun kau menyayanginya, apalagi aku anakmu yang merasakan begitu banyak kebahagiaan dan kejadian dengannya. Apakah aku tidak sakit? Apakah aku tidak sedih? Lebih dari sekedar perasaan itu bu.

Lalu mengapa kau makin merusak perasaanku ibu, mengapa kau tidak paham kondisiku sekarang? Mengapa kau tidak membantuku melupakannya? Mengapa kau malah membuat aku makin kacau ??!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!